Belajar dari kasus terapis yang menjepit kepala anak autis dengan pahanya, Anita mengingatkan agar orang tua berupaya menjalin komunikasi dengan terapis anaknya. Tanyakan kegiatan yang dilakukan selama terapi dari hari ke hari.
Kasus terapis anak autis itu terjadi di salah satu rumah sakit di Depok, Jawa Barat. Saat ini, terapis tersebut sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian.
Tindakan terapis itu sempat diklaim sebagai prosedur terapi. Akan tetapi, ada kelalaian dalam pelaksanaannya. Rekaman kamera CCTV memperlihatkan si terapis malah asik bermain ponsel, bahkan ketiduran.
"Boleh ditanyakan prosedur apa? Enak saja bilang prosedur. Tapi soal itu mungkin IKATWI (Ikatan Terapi Wicara Indonesia) akan bicara bahwa benar tidak sih prosedurnya demikian,” ujar Anita.
Secara umum, menurut Anita, prosedur dalam terapi harus menyenangkan anak terlebih dulu. Prosedur yang diterapkan oleh terapis,harus berbasis bukti ilmiah.
Itu berarti, prosedur terapi tidak bisa hanya berdasarkan "kata orang" sehingga terapis dengan sembarangan menerapkan hal tersebut. Di samping itu, terapis juga harus memiliki pengetahuan mengenai manfaat di balik sebuah prosedur yang diterapkan pada anak.
"Tidak ada prosedur dijepit kepala, mana boleh, bahaya banget buat anak, tapi tunggu statement IKATWI," kata Anita yang juga supervisor terapi.