Dokter Lies mengungkapkan pengendalian stunting tahun 2018, 2019, 2020, dan 2021 mulai memperlihatkan hasil positif. Lalu, berdasarkan hasil studi Survei Status Gizi (SSGI) 2022, prevalensi tengkes di Indonesia turun sebesar 2,8 persen menjadi 21,6 persen.
"Tapi marilah kita laksanakan terus supaya mencapai hasil yang lebih memuaskan kembali," ujarnya.
Tengkes harus menjadi perhatian karena dampaknya pada kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia menargetkan penurunan angka prevalensi tengkes menjadi 14 persen dari jumlah balita di tahun 2024.
Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak akibat gizi buruk atau infeksi berulang. Anak-anak dapat didefinisikan sebagai tengkes jika rasio tinggi-untuk-usia mereka lebih dari dua standar deviasi di bawah median Standar Pertumbuhan Anak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Menurut dr Lies, Kemenkes telah menjalankan upaya yang cukup baik untuk mengatasi stunting. Misalnya dengan memberikan suplemen nutrisi untuk energi lebih baik lagi, menangani bayi-bayi prematur yang jumlahnya banyak, pangan olahan untuk keperluan medis khusus (PKMK) untuk bayi alergi susu sapi, dan lainnya.
"Negara sudah melakukan intervensi yang terintegrasi, tetapi ini bukan hanya tugas Kemenkes, ada banyak hal yang harus dilakukan oleh banyak kementerian dan lembaga lainnya," paparnya.