AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Diabetes tipe 2 adalah kondisi yang mengubah hidup. Diabetes tipe 2 dapat dipicu sejumlah faktor, termasuk kelebihan berat badan, tidak cukup berolahraga, dan riwayat keluarga.
Pola makan juga bisa menjadi pendorong diagnosis, dengan makanan tinggi lemak, kolesterol, dan kalori. Pengidap diabetes sering disarankan untuk mengonsumsi makanan sehat dan seimbang serta mengurangi asupan gula, garam, dan lemak.
Kini, sebuah penelitian menemukan bahwa jenis diet tertentu benar-benar dapat menurunkan risiko terkena diabetes tipe 2. Peneliti dari University of Adelaide dan South Australian Health and Medical Research Institute (SAHMRI) menyimpulkan bahwa diet puasa yang berfokus pada makan di pagi hari bisa menjadi kuncinya.
Sebagai bagian dari penelitian yang telah dipublikasikan di jurnal Nature Medicine, lebih dari 200 peserta diberi makan dua diet berbeda selama 18 bulan. Satu kelompok dialokasikan pola makan puasa intermiten yang dibatasi waktu, sementara yang lain mengikuti diet makanan rendah kalori.
Mereka yang menjalani diet dengan berpuasa menunjukkan toleransi yang lebih besar terhadap glukosa, menjadi lebih sensitif terhadap insulin dan menunjukkan penurunan lemak darah yang lebih besar. Namun, kedua kelompok mengalami penurunan berat badan dalam jumlah yang sama.
"Mengikuti pembatasan waktu, diet puasa intermiten dapat membantu menurunkan kemungkinan terkena diabetes tipe 2," kata penulis senior Profesor Leonie Heilbronn, dilansir Express, Rabu (12/4/2023).
Prof Heilbronn menjelaskan kelompok yang berpuasa selama tiga hari dalam sepekan menunjukkan toleransi yang lebih besar terhadap glukosa setelah enam bulan dibandingkan mereka yang melakukan pola makan harian rendah kalori. Kelompok yang berpuasa hanya makan antara jam 08.00 hingga 12.00.
Peserta yang mengikuti pola makan puasa intermiten lebih sensitif terhadap insulin. Mereka juga mengalami penurunan lemak darah yang lebih besar dibandingkan mereka yang menjalani rendah kalori.
Peneliti berharap hasil penelitian dapat membantu membentuk pengobatan dan pencegahan diabetes di masa depan. Penulis pertama Xiao Tong Teong menyebut penelitian ini adalah studi pertama dan terbesar di dunia hingga saat ini yang dirancang untuk menilai cara tubuh memproses dan menggunakan glukosa setelah makan.
"Ini merupakan indikator risiko diabetes yang lebih baik daripada tes puasa," ujar Xiao.
Xiao menganggap hasil penelitian ini menambah bukti yang menunjukkan bahwa waktu makan dan saran puasa memperluas manfaat kesehatan dari pola makan kalori terbatas, terlepas dari adanya penurunan berat badan. Hal ini mungkin berpengaruh dalam praktik klinis.