AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Berbagai gerai kopi kekinian menawarkan aneka jenis minuman kopi, baik masih berupa biji kopi, kopi bubuk dalam kemasan, hingga kopi siap minum. Gerai-gerai kopi itu pun menjadi lokasi nongkrong favorit banyak kalangan.
Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) menyarankan konsumen lebih cermat dan berhati-hati saat akan membeli minuman di gerai kopi kekinian. Pasalnya, belum semua minuman kopi kekinian dipastikan halal.
"Ada Irish Cream Coffee, yang umumnya dicampur atau disajikan dengan minuman keras. Jadi kalau hang out ke kafe yang belum memiliki sertifikasi halal, harus hati-hati. Harus cerewet bertanya mengenai kandungannya," ujar Direktur Eksekutif LPPOM MUI 2020-2025, Muti Arintawati, dalam video singkat di media sosial Instagram @lppommui, Selasa (4/7/2023).
Menurut Muti, cara paling mudah mengetahui kehalalan minuman di gerai kopi kekinian yakni dengan melihat ada tidaknya logo asli Halal MUI. Apabila gerai sudah memilikinya, Muti menjamin semua produk yang dijual halal. Cukup banyak gerai kopi yang sudah memiliki sertifikat halal, contohnya Starbucks, Janji Jiwa, Kopi Kenangan, Lain Hati, dan Flash Coffee.
Muti menjelaskan mengenai titik kritis kehalalan kopi. Untuk biji kopi, status kehalalan terletak pada proses sangrainya, yang kemungkinan dicampur bahan lain, seperti lemak mentega. Muti menjelaskan, jika mentega menggunakan komponen lemak hewani, maka harus dilengkapi sertifikat halal yang valid.
Penggunaan alat dan fasilitas proses sangrai biji kopi pun harus diperhatikan. Fasilitas harus terbebas dari kontaminasi bahan tidak halal dan najis. Perlu juga dicermati apakah alat yang dipakai bersamaan atau bergantian dengan produk lain yang tidak halal.
Untuk kopi bubuk, biasanya sudah dicampur dengan bahan lainnya, seperti gula, susu maupun krimer. Kopi siap seduh lazimnya juga dibuat dengan bahan pendukung seperti emulsifier dan perisa atau flavor yang perlu diperhatikan kehalalannya.
"Gula sumbernya dari tanaman, bisa dari beet, tapi di Indonesia memakai tebu. Bahan baku utama itu sudah jelas halal, tapi dalam proses pemurniannya, ada peluang tidak halal yang perlu dikritisi, misalnya penggunaan bahan penolong yang bisa berasal dari bahan haram yang dapat mencemari gula pasir," tutur Muti.
Begitu pula dengan susu dan krimer yang menjadi campuran kopi. Proses pengolahan susu yang melibatkan bahan tambahan dan bahan penolong proses menjadi titik kritis kehalalannya. Untuk krimer, karena basisnya berasal dari tumbuhan (turunan jagung atau kelapa) relatif jelas kehalalannya jika merupakan ekstrak murni tanpa ada tambahan bahan lain.
Poin lain yang disoroti Muti adalah emulsifier, yang sumber bahannya dapat berasal dari bahan hewani dan bahan nabati. Apabila berasal dari bahan hewani, maka harus dipastikan berasal dari hewan yang halal dan disembelih secara syar'i.
Contoh emulsifier yang berasal dari bahan nabati yaitu lesitin nabati. Bahan itu menjadi kritis apabila terdapat bahan tambahan seperti enzim phospholipase. Harus diperhatikan juga sumber enzim dan media produksi, jika enzim tersebut berasal dari microbial.
Terkait perisa atau flavor, bisa dibedakan menjadi perisa sintetis dan alami. Perisa yang menggunakan aroma tertentu serta dimirip-miripkan dengan barang haram (babi dan minuman keras) tidak diizinkan digunakan dalam produk halal.
Jenis kopi selanjutnya, yakni yang disajikan langsung ke pelanggan di kafe-kafe, titik kritis kehalalannya pun menjadi lebih kompleks. Muti menyampaikan, untuk jenis kopi espresso atau kopi gelap, titik kritisnya lebih sedikit, berbeda dengan kopi latte dan cappucino yang lebih rumit.