AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Saat ini viral beberapa video mengenai perilaku seseorang didalam kendaraan umum. Salah satunya mengenai seorang ibu yang kerap marah-marah di KRL maupun transjakarta karena merasa terganggu oleh penumpang lain. Hal itu akhirnya menimbulkan keributan dan direkam oleh penumpang lainnya.
Penumpang yang merekam ini kemudian membagikan video tersebut di media sosial. Mungkin saja yang dilakukannya ini untuk memberikan pelajaran atau peringatan terhadap pengguna media sosial lainnya.
Namun, disisi lain, merekam video tanpa izin bisa membahayakan orang yang divideokan. Kasus ini terjadi pada seorang wanita hamil yang berada di transportasi publik yang juga marah dan nangis histeris akibat ada penumpang lain yang merekamnya karena sedang hamil dan memakai baju yang terbuka. Hal ini akhirnya diketahui oleh wanita hamil itu yang kemudian marah dan meminta videonya dihapus sambil nangis.
Disudut lain, kejadian tersebut juga direkam penumpang lainnya dan viral di media sosial. Fenomena merekam tanpa izin ini marak terjadi di era digitalisasi ini. Mereka bahkan memberikan narasi seenaknya. Apa sebenarnya yang terjadi saat ini? Apakah merekam tanpa izin ini termasuk pelanggaran hukum dan bisa dipidanakan?
Executive Director ICT Watch, Indriyatno Banyumurti menjelaskan dasarnya adalah lemahnya perhatian kita terkait privasi. Privasi adalah hak individu untuk dapat menentukan apakah data pribadi yang dia miliki boleh dibagikan ke orang lain atau tidak.
"Misalnya mbak punya nomor handphone, itu adalah data pribadi yang dipunya. Kalo ada orang lain yang nanya ke saya nomor itu, saya tidak bisa kasih tanpa persetujuan, kalo dilakukan berarti saya melanggar hak," ujarnya kepada Republika.co.id, Rabu (25/10/2023).
Ia mengatakan sebaiknya kita memahami hal itu dulu, sebelum masuk ke regulasinya. "Jadi ini adalah salah satu implikasi perkembangan teknologi yang tidak disertai dengan pemahaman atas privasi ini," ungkap Indriyatno Banyumurti.
Ia mengatakan untuk merekam orang tanpa izin, tergantung kasusnya. Jika memang kemudian disebarkan dengan informasi yang tidak tepat sehingga dapat mencemarkan nama baik orang tersebut, maka bisa dikenakan KUHP atau UU ITE.
"Kalau tidak mencemarkan nama baik, tapi dianggap melakukan pelanggaran data pribadi bisa kena sanksi administratif (bukan pidana) sesuai dengan UU PDP (yang baru berlaku 2024)," ujarnya.
Lalu apabila kita yang menjadi korban perekaman video tanpa izin, apa yang harus kita lakukan? Indriyatno Banyumurti mengatakan jika ada orang yang merekam kita dan kita merasa terganggu sebaiknya ditegur.
"Dampak dari video yang tersebar tanpa klarifikasi yang jelas ya beragam, bisa membuat orang berpraduga, mengambil tindakan yang salah dan lain-lain," ujarnya.