AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Beredarnya video perbuatan cabul seorang anak lelaki terhadap jamaah perempuan yang sedang sholat di Masjid Agung Praya Lombok, NTB menjadi sorotan banyak pihak. Warganet berkomentar bahwa sikap tak patut yang melanggar norma agama dan norma susila itu merupakan akibat dari gencarnya paparan pornografi.
Benarkah Indonesia kini berada dalam kondisi darurat pornografi sehingga mengimbas generasi muda? Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Ahmad Zubaidi, berpendapat bahwa satu kasus saja tidak bisa digeneralisasi untuk keseluruhan generasi.
"Tentu kasus seperti ini tidak bisa digeneralisasi. Namun, kewaspadaan kita semua harus ditingkatkan. Ini menjadi cerminan buat kita semua supaya berhati-hati, di mana pun berada," ujar Zubaidi kepada Republika.co.id, Jumat (19/1/2024).
Kelakuan anak laki-laki dalam video viral tersebut dikecam oleh Zubaidi. Dia mengatakan, itu menjadi tanda bahwa si anak telah terpengaruh oleh konten-konten dewasa. Bisa jadi, dia mengakses konten itu melalui media elektronik atau ponsel, atau mungkin juga dia memiliki pengalaman buruk dalam keluarga.
Terdapat pula kemungkinan anak menyaksikan apa yang seharusnya belum boleh disaksikan anak seusianya, sehingga mengalami kedewasaan yang terlalu dini. Hal itu menjadi pekerjaan rumah atau pe-er bagi semua orang tua di zaman sekarang.
Pasalnya, aliran informasi sudah demikian deras dan semua orang bebas mengakses berbagai konten. Para orang tua diimbau Zubaidi untuk selalu berhati-hati dalam mengawasi putra-putrinya selama menggunakan gadget atau gawai.
Sementara itu, berkaca dari beberapa kasus pelecehan seksual yang dilakukan anak, termasuk kasus balita korban pencabulan teman TK-nya, sosiolog Universitas Nasional (Unas), Nia Elvia, menilai bahwa fenomena ini sangat memprihatinkan. Dia melihat adanya konsekuensi yang tidak terduga dari dampak penggunaan teknologi, terutama internet dan ponsel cerdas.
"Data terbaru menunjukkan waktu untuk berselancar di dunia maya masyarakat kita tertinggi di dunia, hampir tujuh jam per hari," kata Nia kepada Republika.co.id, Jumat (19/1/2024).
Nia menyatakan bahwa penggunaan teknologi seharusnya memiliki pengaruh positif terhadap perkembangan masyarakat, seperti memperluas pengetahuan dan meningkatkan keterampilan. Namun, perkembangan teknologi tanpa diiringi oleh nilai-nilai idealisme positif dapat menghasilkan nilai-nilai negatif.