AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Sebuah karya sinematik bergenre sejarah, aksi, perang, romansa, dan drama bertajuk Perang Kota akan menghiasi layar lebar Indonesia mulai 30 April 2025. Film yang memasangkan dua aktor dan aktris ternama, Ariel Tatum dan Chicco Jerikho, sebagai suami istri ini merupakan adaptasi dari novel klasik Jalan Tak Ada Ujung karya sastrawan legendaris Mochtar Lubis.
Karya sastra ini dikenal dengan kemampuannya menyoroti kompleksitas psikologis manusia pascaperang, sebuah tema yang kuat dan mendalam yang juga diangkat dalam film ini. Perang Kota tidak hanya menyuguhkan adegan pertempuran yang mendebarkan, namun juga merangkai narasi tentang tema-tema universal seperti pengorbanan demi sebuah idealisme, kesetiaan yang diuji oleh keadaan, serta konsekuensi pahit yang harus ditanggung dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Kisah dalam film ini berpusat pada karakter Isa, yang diperankan dengan apik oleh Chicco Jerikho, seorang pahlawan bangsa yang tengah bergelut dengan konflik batin yang mendalam. Isa mendapatkan tugas berat untuk melakukan pembunuhan terhadap seorang pejabat tinggi kolonial Belanda.
Misi berbahaya ini mempertemukannya dengan Hazil, yang diperankan oleh Jerome Kurnia, seorang murid biola yang menyimpan perasaan terpendam terhadap Fatima, istri Isa yang diperankan oleh Ariel Tatum. Kompleksitas hubungan antar karakter ini menjadi salah satu daya tarik utama film, di mana cinta, persahabatan, dan pengkhianatan berjalin erat di tengah kobaran semangat perjuangan.
Keberadaan Fatimah tidak hanya merepresentasikan peran perempuan dalam latar sejarah tersebut, tetapi juga memperlihatkan dinamika emosi dan ketegangan batin dalam rumah tangga yang turut terdampak oleh kondisi sosial-politik saat itu. “Fatimah adalah sosok perempuan yang sangat kuat ya, meskipun Perang Kota ini latar belakangnya adalah Indonesia pascakemerdekaan di era kemerdekaan yang mungkin nggak ada satupun di antara kita yang merasakan bagaimana sesungguhnya hidup di era tersebut gitu, cuma aku rasa masih sangat amat relevan ketika kita coba tarik ke era saat ini," kata Ariel saat konferensi pers pada Senin (21/4/2025).
Melalui karakter Fatimah, film ini tidak hanya menyuguhkan potret sejarah yang hidup, tetapi juga menghadirkan cermin bagi penonton masa kini tentang keteguhan, perjuangan, dan pergulatan batin yang bersifat universal, tak lekang oleh waktu dan tetap relevan hingga hari ini.
Ariel mengungkapkan ia merasa memiliki keterhubungan kuat dengan karakter Fatimah sejak membaca skenario. Dia pun percaya penonton akan merasakan perjuangan tokoh tersebut juga.
Sebelum syuting dimulai, dia bersama Chicco Jerikho dan Jerome Kurnia mengikuti workshop intensif hampir setiap hari selama enam sampai delapan jam untuk membangun kedekatan dan memperdalam hubungan antarkarakter. Di bawah arahan sutradara visioner Mouly Surya, Perang Kota hadir dengan sentuhan artistik yang berbeda dari karya-karya Mouly sebelumnya. Mouly mengungkapkan bahwa selama proses produksi, dirinya banyak melakukan eksperimen dan mengeksplorasi berbagai elemen sinematik untuk menghidupkan suasana Jakarta tahun 1946 secara autentik.
"Soal set produksi juga. Dengan gaya Jakarta 1946, saya mendesain kota secara spesifik memiliki gang-gang sempit. Ini menjadi seperti metafora bahwa guerilla fighting itu ada di Indonesia. Pertarungan dan peperangan tak terjadi hanya di jalan besar, tetapi juga di jalan-jalan kecil," kata dia.
Selain itu, Mouly juga membuat pilihan artistik yang menarik dengan menggunakan aspek rasio gambar 4:3, sebuah format yang memberikan nuansa klasik dan membedakan Perang Kota dari film-film modern yang umumnya menggunakan format layar lebar. Keputusan ini semakin mempertegas latar waktu dan atmosfer historis yang ingin dibangun dalam film.
Tidak hanya berfokus pada kualitas teknis dan artistik, Perang Kota juga memperluas jangkauan penayangannya hingga ke kancah internasional. Produser film, Fauzan Zidni, mengungkapkan ambisi tersebut dengan menyatakan, “Jadi tanggal 17 April kemarin kita sudah tayang secara komersil di Benelux, Belgia, Netherlands, dan Luxembourg, ini menjadi penting karena setelah kami premiere internasional di Rotterdam International Film Festival, kami tayang secara komersil di bioskop-bioskop di Belanda, membawa cerita Indonesia dari POV Indonesia tentang perjuangan tahun 1946”.
Penayangan komersial di Eropa sebelum rilis di Indonesia menunjukkan potensi universalitas tema dan kualitas produksi film ini. Lebih lanjut, Perang Kota merupakan proyek kolaborasi lintas negara yang melibatkan talenta dari Indonesia, Singapura, Belanda, Prancis, Norwegia, Filipina, dan Kamboja.
Tahap pascaproduksi film ini dikerjakan oleh tim dari berbagai negara, termasuk pengerjaan tata suara yang dilakukan di Prancis dan penyempurnaan efek visual di Amerika Serikat, menunjukkan skala produksi dan ambisi internasional dari film ini. Dengan dukungan teknologi suara mutakhir Dolby Atmos, Perang Kota menjanjikan sebuah pengalaman sinematik yang imersif dan mendalam bagi para penonton, baik di Indonesia maupun di mancanegara, dalam mengenang dan menghargai perjuangan kemerdekaan bangsa. Film ini semakin diperkuat dengan kehadiran deretan aktor papan atas Indonesia lainnya, seperti Rukman Rosadi, Imelda Therinne, Faiz Vishal, Anggun Priambodo, Ar Barrani, Lintang, Chew Kinwah, Alex Abbad, Indra Birowo, dan Dea Panendra, yang masing-masing memberikan warna dan kedalaman pada karakter yang mereka perankan.