Sabtu 31 May 2025 12:25 WIB

Depresi Bukan Kemalasan, Pakar Ingatkan Penyintas Butuh Dukungan dan Bukan Penghakiman

Depresi adalah kondisi medis, bukan sekadar kurang semangat.

Red: Friska Yolandha
Depresi (ilustrasi). Banyak penderita depresi kerap dicap sebagai pemalas, padahal kenyataannya jauh lebih kompleks dan menyakitkan.
Foto: www.freepik.com
Depresi (ilustrasi). Banyak penderita depresi kerap dicap sebagai pemalas, padahal kenyataannya jauh lebih kompleks dan menyakitkan.

AMEERALIFE.COM, JAKARTA — Banyak penderita depresi kerap dicap sebagai pemalas, padahal kenyataannya jauh lebih kompleks dan menyakitkan. Psikolog Universitas Indonesia, Ratih Zulhaqqi, menegaskan bahwa depresi bukan sekadar “tidak semangat”, melainkan kondisi mental serius yang bahkan membuat aktivitas sederhana seperti bangun dari tempat tidur terasa mustahil.

“Orang depresi dalam kondisi relapse bisa sangat sulit untuk membuka mata, apalagi berinteraksi atau melakukan aktivitas,” ujar Ratih saat dihubungi dari Jakarta, dikutip Sabtu (31/5/2025).

Baca Juga

Gejala seperti ingin terus tidur, menghindari interaksi sosial, mengurung diri, hingga tidak memiliki energi meski telah cukup beristirahat adalah hal nyata yang dialami para penderita. Kondisi ini sering kali sulit dimengerti oleh orang dengan kondisi mental yang sehat.

Low energy (energi rendah) ini bukan hanya secara fisik, tapi juga emosional, yang membuat mereka tidak mampu melakukan hal sekecil apa pun. Bahkan mengangkat tubuh untuk duduk saja terasa sangat sulit, sehingga mereka perlu dibantu oleh tenaga profesional,” jelas Ratih.

Ratih menekankan pentingnya individu mengembangkan coping mechanism, yakni mekanisme pertahanan diri yang sehat, seperti regulasi emosi dan manajemen persepsi.

Selain itu, bantuan profesional psikolog atau psikiater melalui terapi seperti Cognitive Behavioral Therapy (CBT) sangat disarankan. Dengan terapi ini, seseorang dengan depresi akan belajar menggeser cara pandang terhadap tekanan.

Namun, bagi mereka yang sedang berada dalam fase berat depresi, mengembangkan pola pikir positif bukanlah perkara mudah. Inilah sebabnya penting untuk tidak menghakimi. Ketika seseorang tampak “malas”, bisa jadi mereka sedang berjuang keras untuk bertahan hidup secara mental.

“Hal lain yang akhirnya membuat orang depresi dan pengidap masalah mental lainnya urung meminta pertolongan profesional adalah stigma negatif sosial. Mereka takut dianggap gila atau kurang iman,” tambah Ratih.

Ratih menegaskan, penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa depresi bukanlah kehendak, melainkan kondisi medis yang membutuhkan empati dan dukungan, bukan penghakiman. Bantuan profesional sangat diperlukan ketika gejala mulai muncul.

“Kalau depresi ini sudah menjadi kondisi medis, itulah mengapa mereka membutuhkan obat—karena memang butuh perbaikan pada sistem otaknya. Bukan karena mereka tidak bersyukur. Depresi itu gangguan psikologis, dan kita tidak bisa menimbang-nimbang hidup mereka hanya dari luarnya, misalnya dari segi finansial yang menurut kita sudah baik, atau lainnya,” ujar Ratih.

Selain berempati di lingkungan sosial, Ratih menegaskan pentingnya empati dan tidak menyepelekan masalah mental di lingkungan profesional. Baru-baru ini, kasus meninggalnya seorang asisten manajer Bank Indonesia yang sempat viral di media sosial menjadi pengingat bahwa kesehatan mental, terutama di dunia kerja, tidak boleh diabaikan.

Meski alasan meninggalnya masih dalam penyelidikan, muncul dugaan tekanan kerja yang kembali mengangkat pentingnya manajemen stres dan empati di lingkungan profesional.

sumber : ANTARA
Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement