Senin 02 Jun 2025 17:48 WIB

Mengapa Kita Bisa Nangis Pas Bahagia? Ini Penjelasan Ilmiahnya

Tak jarang kita melihat orang menangis pada momen paling membahagiakan dalam hidup.

Red: Qommarria Rostanti
Wanita menangis karena bahagia (ilustrasi).
Foto: Dok. Freepik
Wanita menangis karena bahagia (ilustrasi).

AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Air mata sering kali dianggap sebagai tanda kesedihan atau rasa sakit. Namun, tidak jarang kita melihat orang menangis di momen-momen paling membahagiakan dalam hidup yakni saat pernikahan, kelahiran, reuni, kemenangan olahraga, bahkan tindakan kebaikan yang tak terduga.

Fenomena "air mata bahagia" ini tampak kontradiktif, namun ia menawarkan jendela yang menarik untuk memahami bagaimana otak manusia menangani emosi yang intens. Menangis adalah respons biologis yang kompleks terhadap kelebihan emosi, dan ia tidak membedakan antara perasaan baik atau buruk. Baik dipicu oleh duka maupun kegembiraan yang luar biasa, air mata merupakan hasil dari upaya otak kita untuk memproses lebih dari apa yang dapat ditanganinya pada saat itu.

Baca Juga

Baik emosi positif maupun negatif mengaktifkan sistem limbik, bagian otak yang terlibat dalam pemrosesan perasaan dan memori. Di dalam sistem ini, amigdala—sekumpulan neuron berbentuk almond—berfungsi sebagai bel alarm emosional, mendeteksi rangsangan dan memberi sinyal kepada tubuh untuk merespons. Ketika sangat terstimulasi, amigdala mengaktifkan area otak lain termasuk hipotalamus, yang mengontrol fungsi fisik involunter seperti detak jantung, pernapasan, dan produksi air mata.

Struktur penting lainnya adalah korteks cingulate anterior, yang berperan dalam regulasi emosi, pengambilan keputusan, dan empati. Bagian ini membantu mengoordinasikan respons otak terhadap konflik emosional, seperti mengalami kegembiraan dan kesedihan pada saat yang bersamaan. Jalur-jalur yang tumpang tindih ini menjelaskan mengapa lonjakan kebahagiaan yang tiba-tiba masih dapat menghasilkan reaksi yang biasanya terkait dengan tekanan.

Dilansir laman Study Finds pada Senin (2/6/2025), para ilmuwan meyakini bahwa menangis bahagia adalah bentuk homeostasis emosional yaitu cara untuk mengembalikan kita ke keseimbangan setelah mengalami puncak emosi yang tinggi. Menangis mengaktifkan sistem saraf parasimpatis, yang memperlambat detak jantung dan merilekskan tubuh setelah lonjakan adrenalin dari perasaan intens. Dengan kata lain, air mata membantu kita menenangkan diri.

Gagasan "resetting" ini tidak hanya berlaku untuk kebahagiaan. Menangis sebagai respons terhadap stres atau trauma memiliki tujuan serupa. Yang menarik tentang menangis bahagia adalah bagaimana ia menggambarkan upaya tubuh untuk menyeimbangkan kekuatan yang berlawanan: kelegaan setelah ketakutan, rasa syukur setelah kesulitan, kebanggaan setelah perjuangan.

Air mata bahagia jarang sekali hanya sebatas itu. Sering kali, air mata tersebut muncul dari campuran emosi. Misalnya, seorang orang tua yang menyaksikan anaknya lulus mungkin merasa bangga, nostalgia, dan sedikit melankolis secara bersamaan. Reuni yang telah lama dinanti-nanti mungkin membangkitkan kegembiraan dan rasa sakit karena absen.

Psikolog menyebut ini sebagai respons dual-valence yaitu keadaan emosional yang mengandung unsur positif dan negatif. Campuran emosional ini juga melibatkan sistem memori, khususnya hipokampus, yang memproses dan mengambil riwayat pribadi. Itulah mengapa momen gembira secara tak terduga dapat membuat tenggorokan tercekat—itu mengaktifkan kenangan akan kehilangan, perjuangan, atau kerinduan sebelumnya.

Menariknya, manusia adalah satu-satunya makhluk yang diketahui menumpahkan air mata emosional. Sementara banyak mamalia menghasilkan air mata refleks untuk melumasi mata, hanya manusia yang menangis sebagai respons terhadap emosi. Ini kemungkinan besar berkembang sebagai bentuk komunikasi non-verbal, terutama dalam kelompok sosial awal. Air mata menandakan kerentanan, keaslian, dan kedalaman emosional. Menangis di saat-saat bahagia menunjukkan kepada orang lain bahwa sesuatu yang sangat berarti telah terjadi.

Dengan cara ini, menangis bahagia dapat memperkuat ikatan sosial, mengundang empati, dan menciptakan momen katarsis bersama. Penelitian bahkan menunjukkan bahwa orang lebih cenderung menawarkan bantuan kepada seseorang yang sedang menangis, terlepas dari apakah air mata itu sedih atau gembira.

Jadi, mengapa kita menangis ketika kita bahagia? Menurut seorang prodesor anatomi dari University of Bristol, Michelle Spear, hal itu karena kebahagiaan bukanlah emosi yang sederhana. "Ini sering kali terjalin dengan memori, kelegaan, kekaguman, dan bobot makna yang murni," jelasnya.

Air mata adalah cara otak memproses kompleksitas ini, untuk menandai momen yang penting, bahkan ketika itu menggembirakan. Jauh dari menjadi sebuah kontradiksi, air mata bahagia mengingatkan kita bahwa kehidupan emosional itu kaya, kompleks, dan yang terpenting, sangat manusiawi.

Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement