AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Dokter spesialis gigi umum Rumah Sakit Universitas Indonesia, drg Deasy Rosalina M MedSc, mengungkapkan kebiasaan merokok dapat mengurangi produksi air liur (saliva). Kondisi ini memicu xerostomia atau kekeringan rongga mulut, yang berpotensi meningkatkan risiko gangguan kesehatan gigi.
“Kekeringan rongga mulut ini bisa meningkatkan risiko karies atau lubang gigi. Jadi, saliva ini sebetulnya adalah mekanisme tubuh untuk proses pertahanan di dalam rongga mulut jadi kekebalan mulut menurun,” jelas Deasy dalam diskusi kesehatan yang dipantau secara daring di Jakarta, Selasa (3/6/2025).
Deasy memaparkan penurunan produksi saliva akibat rokok membuat jaringan mulut rentan terinfeksi. Selain itu, komposisi air liur perokok cenderung menjadi lebih asam. Tingkat keasaman ini dapat mengikis email gigi, memicu gigi berlubang, serta meningkatkan sensitivitas gigi. Bahkan, dampak serupa berisiko dialami oleh perokok pasif di sekitarnya.
“Menurut beberapa penelitian, itu saking kuatnya efek perokok, jadi kalau ada orang tua yang merokok, itu bisa memiliki relasi atau hubungan dengan terjadinya lubang gigi pada anaknya. Jadi, kalau anaknya memiliki karies atau lubang gigi, itu bisa ada hubungannya dengan bapaknya yang merokok,” tambahnya.
Tak hanya rokok konvensional, rokok elektrik juga turut memperparah masalah rongga mulut. Kandungan karbohidrat terfermentasi dalam cairan rokok elektrik meningkatkan keasaman mulut, sehingga bakteri penyebab karies berkembang lebih cepat. Nikotin dalam rokok juga mengubah komposisi saliva, menghambat kemampuan tubuh melawan bakteri jahat dan memicu inflamasi kronis yang melemahkan jaringan penyangga gigi.
Untuk menangani gangguan gigi akibat merokok, Deasy merekomendasikan prosedur scaling (pembersihan karang gigi), penambalan gigi berlubang, atau pemasangan mahkota/implan jika diperlukan. Pemeriksaan rutin ke dokter gigi juga penting untuk mendeteksi dini lesi pra-kanker yang mungkin muncul.