AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Mimpi sering dianggap sebagai hal sepele, pelengkap tidur yang tak perlu dipikirkan terlalu dalam. Padahal di baliknya, terdapat proses rumit yang melibatkan berbagai bagian otak, emosi, dan memori. Dokter spesialis neurologi, dr Yeni Quinta Mondiani, mengatakan mimpi adalah pengalaman sadar yang muncul saat fase tidur REM (Rapid Eye Movement).
"Mimpi bukan sekadar bunga tidur. Mimpi adalah proses neurologis yang melibatkan emosi, memori, bahkan keinginan tersembunyi," ujar dr Yeni dalam keterangan tertulis, dikutip pada Rabu (25/6/2025).
Menurut dia, mimpi muncul berkat aktivasi beberapa wilayah otak yang bekerja serentak. Salah satunya adalah nukleus laterodorsal (LTD) di batang otak, yang bertugas mengatur siklus REM sekaligus memunculkan elemen visual dalam mimpi. LTD ini menerima sinyal dari amigdala (pusat emosi) dan hipokampus (pusat memori), yang menjelaskan mengapa mimpi terasa sangat emosional dan kadang sulit dilupakan.
Tak hanya itu, penelitian dari University of Wisconsin-Madison juga menemukan bahwa posterior cortical hot zone, area otak yang terletak di bagian belakang korteks, sangat aktif saat seseorang bermimpi. Area ini seperti layar proyeksi yang menayangkan gabungan emosi, memori, dan imajinasi.
"Prefrontal cortex, bagian otak yang mengatur logika dan kesadaran, juga aktif saat mimpi terjadi. Semakin aktif area ini, semakin besar kemungkinan seseorang sadar sedang bermimpi," kata dr Yeni.
Mimpi sendiri, menurut dr Yeni, bisa dikategorikan dalam beberapa jenis sebagai berikut:
1. Mimpi standar
Yeni menjelaskan bahwa jenis mimpi ini biasanya terjadi 4-6 kali semalam, sebagian besar di fase REM. Umumnya visual mimpi dipengaruhi aktivitas harian, dan akan teringat saat bangun.
2. Mimpi buruk
Mimpi buruk atau nightmare biasanya dipenuhi rasa takut atau panik, dan sering kali terbangun dalam kondisi cemas. Mimpi buruk biasanya dikaitkan dengan stres atau gangguan psikologis.
3. Night terror
Kondisi nightmare berbeda dari mimpi, karena terjadi di fase tidur non-REM dan sering dialami anak-anak. Dalam kondisi ini, anak bisa tiba-tiba bangun sambil berteriak atau panik, namun biasanya tidak mengingat apa pun.
4. Lucid dream
Si pemimpi biasanya sadar dia sedang bermimpi, dan terkadang bisa mengontrol jalan mimpi. Sering terjadi di fase REM, dan bisa dijadikan untuk terapi misalnya mengatasi mimpi buruk.
Ia juga mengungkap beberapa teori populer terkait fungsi mimpi. Ada yang menganggap mimpi sebagai proses penguatan memori, ada pula yang menyebutnya sebagai sarana otak untuk "melupakan" hal-hal yang tak penting. Beberapa teori bahkan menyebut mimpi sebagai bentuk pemenuhan keinginan bawah sadar.
"Dalam mimpi, kita hampir selalu menjadi tokoh utama. Itu seperti latihan konstan bagi otak untuk mengenali identitas diri," ucapnya.
Menariknya, fakta bahwa sebagian besar mimpi terlupakan justru menguntungkan. Karena otak tidak perlu menyimpan semua pengalaman aneh itu, sehingga bisa fokus belajar dari kehidupan nyata.