Pada era modern, penggunaan layanan SMS mungkin sudah mulai ditinggalkan oleh para pengguna ponsel pintar, ragam aplikasi pengirim pesan seperti WhatsApp dan Telegram lebih diminati dibanding menggunakan SMS biasa.
Dengan bermodalkan layanan data, pengguna WhatsApp dan Telegram lebih leluasa mengirim pesan dibanding dengan menggunakan SMS yang masih dikenakan tarif pulsa. Begitu pun dengan kejahatan siber dengan modus phising, jika digunakan di kedua aplikasi populer tersebut akan lebih mudah diketahui oleh calon korban.
Sebagian pengguna WhatsApp dan Telegram yang paham kejahatan siber bisa mengetahui siapa pengirim pesan, dan jika mencurigakan bisa langsung diblokir melalui aplikasi.
Namun berbeda dengan SMS Blasting karena tidak bisa mendeteksi nomor pelaku kejahatan. SMS yang disebar umumnya bersifat menggiurkan dan memancing calon korban untuk mengklik tautan, misalnya penukaran hadiah.
Ketua Sekretariat Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (PASTI) OJK, Hudiyanto menyampaikan telah mengedukasi pengguna ponsel agar tidak sembarang mengklik link apapun yang berasal dari SMS, email ataupun aplikasi seperti WhatsApp atau Telegram. Menurutnya korban phising baru sadar dia terkena phising pada saat korban selesai mengisi sebuah laman formulir yang berisikan data-data informasi yang sifatnya rahasia.
Berdasarkan data dari Indonesia Anti Scam Center OJK saat ini sudah lebih dari 153 ribu laporan diterima dengan jumlah dana para korban kejahatan siber mencapai Rp 3,2 triliun dan rekening diblokir terkait dengan penipuan di sektor jasa keuangan mencapai 54 ribu lebih rekening. Artinya rata-rata per hari ada 718 laporan ke Indonesia Anti Scam Center yang dapat menunjukkan bahwa penipuan siber marak terjadi di Indonesia.
Mitigasi Serangan...