Dari inspirasi tersebut, lahirlah Lilium, prototipe spekulum baru berbahan plastik lembut seperti tampon dan dilengkapi aplikator. Nama “Lilium” diambil dari bunga lily yang melambangkan keindahan dan kelembutan.
“Desain ini dibuat dengan mempertimbangkan pasien, bukan hanya dokter,” jelas Gual. “Kami berusaha meningkatkan kenyamanan di area yang sangat sensitif.”
Lilium juga memenuhi kebutuhan klinis. Mekanisme bukaan tiga sisi membantu mencegah dinding vagina menutup, sehingga visibilitas bagi dokter tetap optimal.
Meski begitu, Lilium masih berada pada tahap awal. Pengujian ergonomi, uji bahan, sertifikasi keamanan, dan uji coba pada manusia masih perlu dilakukan sebelum bisa digunakan di klinik.
Untuk mendanai tahap pengembangan berikutnya, mereka meluncurkan kampanye crowdfunding yang langsung menarik perhatian media di Belanda. Dalam dua hari saja, terkumpul dana 100 ribu Eurp (sekitar Rp 1,8 miliar), jauh melampaui target awal.
“Ini adalah sinyal kuat bahwa banyak orang ingin perubahan,” kata Hoveling. “Saya bahkan menerima banyak email dari perempuan yang bilang mereka enggan ke ginekolog karena trauma dengan alat ini.”
Menurut WHO, kanker serviks merupakan kanker keempat paling umum pada perempuan. Deteksi dini lewat pap smear atau skrining HPV yang semuanya menggunakan spekulum adalah kunci pencegahan. Dengan pengembangan yang tepat, Lilium diharapkan bisa mulai digunakan secara klinis dalam lima tahun ke depan dan menyelamatkan banyak nyawa.