AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Silent cancer adalah istilah yang kadang-kadang digunakan untuk menggambarkan kanker yang tidak menunjukkan gejala awal. Ketiadaan gejala awal itu dapat menyebabkan individu tidak segera mencari pertolongan.
Konsekuensinya, silent cancer sering kali hanya terdeteksi pada stadium lanjut, atau kebetulan saat sedang menjalani pemeriksaan untuk kondisi lain. Konsultan onkologi di Spire Little Aston Hospital di Inggris, Ahmed El-Modir, membagikan tiga dari beberapa jenis silent cancer dan faktor risiko di baliknya.
Kanker Usus
Ini mengacu pada kanker usus besar, yang meliputi usus besar dan rektum. El-Modir mengatakan gejala umumnya, termasuk sakit perut terus-menerus, kembung, kram dan perubahan kebiasaan buang air besar (misalnya sembelit, diare atau tinja yang lebih encer).
Penderitanya mungkin juga menemukan darah di tinja dan memiliki keinginan untuk buang air besar, bahkan setelah buang air besar. Mereka juga dapat mengalami penurunan berat badan.
"Faktor risiko terbesar kanker usus adalah usia lanjut, yakni sembilan dari 10 kasus pada mereka yang berusia di atas 60 tahun," kata El-Modir, dilansir Express, Rabu (15/3/2023).
Risiko juga meningkat jika memiliki anggota keluarga dekat (orang tua atau saudara) yang menderita kanker usus sebelum usia 50 tahun. Faktor gaya hidup juga dapat meningkatkan risiko, termasuk merokok, minuman keras, gaya hidup tidak aktif, kelebihan berat badan, dan melakukan pola makan rendah serat dan tinggi daging olahan atau daging merah.
Berdasarkan data Global Burden Of Cancer Study (Globocan) 2020, kanker kolorektal menduduki peringkat keempat kanker dengan kasus baru terbanyak di Indonesia. Setidaknya, terdapat 35 ribu jumlah pasien yang terdiagnosis kanker kolorektal setiap tahunnya.
Sebanyak 35 persen di antaranya menyerang penduduk Indonesia yang berusia produktif (di bawah 40 tahun). Sedangkan angka kematian di Indonesia mencapai 6,7 dari 100 ribu kasus.
Kanker Serviks
Kanker serviks mengacu pada kanker leher rahim. Hampir semua kasus disebabkan oleh infeksi menular seksual (IMS) human papillomavirus (HPV).
"Akibatnya, di Inggris, semua wanita di atas usia 25 tahun ditawari skrining serviks secara teratur untuk menguji infeksi HPV," ujar El-Modir.
Vaksin HPV mengurangi risiko kanker serviks. Gejala umumnya, termasuk pendarahan vagina di antara menstruasi, selama atau setelah berhubungan seks, dan setelah menopause.
Penderita kanker serviks juga dapat mengalami menstruasi yang lebih panjang, perubahan warna keputihan, dan nyeri saat berhubungan seks. Mereka juga bisa didera nyeri di punggung bawah, perut bagian bawah, dan area panggul.
"Kanker serviks lebih sering terjadi pada mereka yang berusia di bawah 45 tahun dan mereka yang sistem kekebalannya lemah, misalnya karena HIV atau AIDS," kata El-Modir.