Senin 20 Mar 2023 10:43 WIB

Asal Mula Thrifting, Aktivitas Belanja Produk Fashion Hemat yang Kian Digandrungi

Pemerintah melarang thrifting khusus untuk baju bekas impor.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Reiny Dwinanda
Penjual menata pakaian bekas impor di salah satu kios di Pasar Cimol Gedebage, Gedebage, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (16/3/2023). Presiden Joko Widodo menyatakan melarang bisnis pakaian bekas impor atau thrifting yang saat ini tengah populer di masyarakat karena mengganggu industri tekstil dalam negeri. Meski demikian, pedagang di pasar itu menolak larangan tersebut karena dinilai merugikan pedagang dan hilangnya pendapatan mereka.
Foto:

Seorang pendeta Metodis meluncurkan Goodwill, operasi serupa di Boston pada tahun 1902 yang mempekerjakan orang miskin dan cacat untuk mengumpulkan barang bekas. Proyek Goodwill kemudian melakukan perbaikan yang diperlukan pada pakaian, perabot, atau barang second lainnya.

Selanjutnya, barang-barang layak pakai itu ditawarkan di toko-toko Goodwill. Toko tersebut menjadi tempat andalan bagi para imigran untuk mencari pakaian dan menjadi orang Amerika.

Pada tahun 1920-an, toko barang bekas sama terorganisirnya dengan department store. Goodwill, misalnya, memiliki armada truk yang mengumpulkan pakaian dan peralatan rumah tangga dari lebih dari 1.000 rumah tangga.

"Setelah dianggap sebagai toko barang bekas, kata 'hemat' mencerminkan daya tarik pemasaran," kata Le Zotte, dikutip The Times.

Pada 1935, ada hampir 100 toko Goodwill di seluruh AS. Pasar barang bekas semakin melejit saat memasuki era Depresi Hebat. Hal yang sama terjadi selama Perang Dunia II.

Selama periode kemakmuran pascaperang, bisnis berkembang pesat di toko barang bekas Salvation Army dan Goodwill. Sebab, orang semakin banyak menyumbangkan pakaian agar dapat mendekorasi ulang rumah dan menyegarkan isi lemari pakaiannya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement