AMEERALIFE.COM, TANGERANG – Semakin banyak anak muda bahkan usia remaja yang mengalami saraf terjepit, sebuah kondisi yang sebelumnya lebih sering dialami oleh orang dewasa. Spesialis Orthopedi Tulang Belakang dari Eka Hospital BSD Tangerang, dr Asrafi Rizki Gatam, mengatakan fenomena ini banyak disebabkan oleh kebiasaan duduk terlalu lama, terutama karena tuntutan pekerjaan atau aktivitas lain yang mengharuskan posisi duduk statis.
"Postur dan kebiasaan yang tidak ergonomis menyebabkan kelompok remaja lebih rentan mengalami saraf kejepit. Biasanya terjadi di area lumbar atau tulang belakang bagian bawah yang menyebabkan sakit punggung bagian bawah," kata dr Asrafi Rizki Gatam di Tangerang, Banten, pada Senin (28/7/2025).
Ia mengutip Jurnal Frontiers in Surgery yang mencatat setidaknya terdapat kenaikan kasus saraf terjepit sebanyak 6,8 persen pada anak berusia di bawah 21 tahun. Meskipun saraf terjepit dapat terjadi di bagian tubuh mana pun, namun lebih umum terjadi di area saraf tulang belakang, leher, atau pergelangan tangan.
Faktor pemicu dan gejala saraf terjepit pada remaja
Saraf terjepit terjadi ketika saraf seseorang tertekan oleh jaringan lunak atau bahkan tulang di sekitarnya. Jaringan yang menjepit saraf ini dapat berupa ligamen, otot, bantalan atau diskus tulang belakang, hingga pengapuran tulang.
Pada anak remaja, beberapa faktor dapat meningkatkan risiko saraf terjepit, antara lain kelebihan berat badan atau obesitas, posisi duduk yang tidak ergonomis, duduk terlalu lama karena kebiasaan menggunakan gadget yang buruk, olahraga secara berlebihan, trauma atau kecelakaan, serta riwayat dalam keluarga. Kombinasi faktor-faktor ini menciptakan kondisi yang ideal bagi terjadinya penekanan pada saraf.
Ada beberapa gejala saraf terjepit yang perlu diwaspadai, di antaranya adalah kesemutan, rasa sakit yang menjalar ke bagian lain yang terdekat, sensasi panas terbakar, sensasi tajam seperti tersetrum, mati rasa, dan kelemahan di area kaki atau tangan tergantung saraf yang terdampak. Munculnya gejala-gejala ini akan sangat membantu dokter dalam menentukan di area mana saraf terjepit terjadi, sehingga diagnosis dan penanganan bisa lebih akurat.
Penanganan dan pilihan operasi inovatif
Umumnya, saraf terjepit yang ringan dapat membaik dengan sendirinya melalui berbagai teknik konservatif. Metode-metode ini meliputi fisioterapi, peregangan, memperkuat otot, dan beristirahat. Namun, dr Asrafi menekankan jika kebiasaan buruk tetap berlanjut dan kondisi tidak ditangani dengan serius, dampaknya bisa sangat parah. Komplikasi yang dapat terjadi meliputi mati rasa atau kelumpuhan anggota gerak seperti kaki dan tangan, kesulitan mengendalikan buang air kecil atau buang air besar, serta kehilangan sensasi di area kelamin.
Sementara itu, untuk saraf terjepit yang sudah tergolong berat pada remaja, operasi menjadi salah satu opsi terbaik. Terutama jika berbagai metode konservatif tidak berhasil meredakan gejala yang dirasakan. Dalam kasus ini, operasi minimal invasif adalah metode yang paling direkomendasikan. Keunggulan metode ini dinilai terletak pada waktu pemulihan yang lebih cepat dan risiko yang lebih ringan, sebuah pertimbangan yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak remaja.
Salah satu metode yang menonjol adalah BESS (Biportal Endoscopic Spine Surgery). Ini adalah metode ultraminimal invasif yang menggunakan dua sayatan kecil, berukuran sekitar 0,5 hingga 0,8 cm untuk mengatasi masalah tulang belakang dengan tingkat presisi yang cukup tinggi.
Sifatnya yang ultraminimal invasif inilah yang menjadi salah satu pilihan terbaik dokter dalam mengatasi masalah saraf terjepit, khususnya di area lumbar atau ruas tulang belakang lainnya. Metode BESS untuk mengatasi masalah saraf terjepit di tulang belakang pada remaja memiliki keunggulan dibandingkan endoskopi biasa karena menggunakan dua sayatan, yang memungkinkan visibilitas dan manuver yang lebih baik bagi dokter. Pendekatan inovatif ini dinilai memberikan harapan bagi remaja yang menderita saraf terjepit, memungkinkan mereka untuk pulih lebih cepat dan kembali beraktivitas normal dengan minim risiko.