Jika ada sebuah pendapat yang tidak disesuai, ini akan cepat ditimpa dengan pendapat lain secara masif. Cara ini akan membuat pendapat yang berbeda menjadi tenggelam atau hilang.
Untuk melakukannya bisa dengan berbagai cara. Misal, secara analog, yaitu orang secara bersamaan atau kelompok membuat cuitan atau postingan bersautan untuk menenggelamkan pendapat lain. Selain itu, bisa juga menggunakan bot yang dinilai lebih murah dan mudah. Ketika menggunakan kata kunci tertentu, dia akan menanggapi secara langsung.
“Dulu bahkan dipakai oleh para penjahat. Misalnya, kita lapor halo BCA, saya ambil atm. Uang saya tidak keluar tetapi saldo saya kepotong. Saat sebut halo BCA, muncul tanggapan siap bantu lalu diberikan nomor. Ketika menghubungi nomor itu malah minta pin dan nomor rekening yang akhirnya kebobolan. Jadi, ini sebuah perangkat yang mudah didapatkan dalam relasi jual beli,” ujar dia.
Dalam konteks politik dan sejenisnya, cara ini semakin marak digunakan. Terlebih, menjelang Pemilu 2024.
“Kita andaikan sebagai industri, sekarang lagi naik. Ada pemasok, pengguna, dan momentum. Tiga hal ini bertemu di 2024. Ketika kita ingin membangun reputasi dan tidak semua modal cukup untuk membangun sebuah reputasi, makanya tadi melibatkan perangkat teknologi yang bisa digunakan untuk itu. Sementara pemasok dan pembuat programnya juga sudah siap,” ucap dia.
Apa yang harus kita lakukan?
Menurut Firman, cara ini belum tentu melanggar hukum. Para oknum ini memanfaatkan celah yang tidak terkena Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Meskipun tidak terkena UU ITE, tentu bukan hal yang boleh dilakukan.