AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Bulan lalu, Vietnam menemukan kasus infeksi Streptococcus suis pada manusia. Penyakit zoonosis itu terjadi setelah warga berusia 52 tahun makan blood pudding babi.
Penderita infeksi Streptococcus suis sering mengalami gejala klinis yang parah dan membutuhkan pengobatan jangka panjang yang mahal. Begitu orang terinfeksi virus, penyakit ini berkembang dengan cepat, menyebabkan komplikasi seperti syok septik, koma, dan kegagalan banyak organ.
Temuan kasus seperti ini kian menguatkan alasan bagi Muslim untuk menaati perintah agama yang melarang makan babi, bahkan sesuatu yang disajikan dengan sendok yang sama. Islam mengatur cara hidup yang tidak hanya mencakup aspek spiritual, tetapi juga aktivitas sehari-hari, seperti apa yang mereka makan dan minum.
Bagi umat Islam, aturan itu bukan hanya tentang jiwa yang sehat, tetapi juga tubuh yang sehat. Konsumsi daging babi terkait dengan berbagai masalah kesehatan.
Bagi dua miliar Muslim dunia, larangan makan daging babi bukanlah pilihan gaya hidup, melainkan perintah Allah SWT. Menaati perintah itu adalah ibadah.
Satu ayat secara khusus menyebutkan alasan larangan ini, "Hai orang-orang yang beriman, diharamkan bagi kalian memakan daging bangkai (binatang yang mati dengan tidak disembelih), darah yang mengalir, daging babi, itu adalan najis …" (Alquran 6:146).
Tuhan menjaga kesehatan karena babi adalah binatang najis. Tubuh babi memakan hampir semua hal, seperti kotorannya sendiri, belatung, dan hewan atau sayuran yang membusuk, sehingga mengandung banyak jenis racun.
Babi adalah omnivora dengan waktu pencernaan yang relatif cepat. Babi tidak menyaring racun dan parasit, sehingga disimpan di jaringan lemaknya. Parasit dan virus dalam jumlah besar ini dapat ditemukan pada daging babi dan dapat ditularkan ke manusia yang mengonsumsi daging tersebut.
Sementara itu, sapi dan domba memiliki tiga ruang di depan perut, dengan menciptakan sistem pencernaan yang membutuhkan waktu antara 12-24 jam untuk memproses makanan dan menyaring racun apa pun. Unggas memiliki satu ruang tambahan yang memperpanjang proses pencernaan.
Larangan itu umumnya ditempatkan pada hal-hal yang membahayakan tubuh atau pikiran. Allah SWT menginginkan yang terbaik untuk ciptaan-Nya. Allah SWT telah membuat segala sesuatu yang baik dan murni diperbolehkan untuk umatnya konsumsi.