AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Di wilayah Isaan, Thailand Timur Laut, juru masak sering kali menyajikan daging mentah, disiram dengan bumbu cabai, saus ikan, dan jeruk nipis yang pedas, asin, dan asam. Salah satunya, hidangan yang disebut dancing shrimp.
Dancing shrimp merupakan makanan berupa bayi udang yang dimakan hidup-hidup dengan bumbu pedas, asin, dan asam. Karena disajikan dalam kondisi hidup-hidup di dalam wadah, bayi-bayi udang tersebut tampak melompat-lompat. Sekilas, terlihat seperti udang yang sedang menari-nari karena itu dinamakan dancing shrimp.
Para penjual merendam bayi udang dengan air jeruk nipis, saus ikan, dan cabai giling yang dicampur dengan daun mint segar, serai, dan irisan bawang merah. Perlahan tapi pasti, pembeli akan melihat bayi udang mulai sekarat.
Mengonsumsi dancing shrimp kini seolah menjadi tren bagi orang di luar Thailand untuk mencobanya, termasuk dari Indonesia. Beberapa influencer terlihat mengunggah video ketika pertama kali mencoba dancing shrimp. Pertanyaannya kemudian, bolehkah umat Islam mengonsumsi dancing shrimp?
Dijelaskan dalam Alquran surah al-Maidah ayat 96, “Dihalalkan bagimu hewan buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) hewan darat, selama kamu sedang ihram. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamu akan dikumpulkan (kembali)".
Ayat tersebut dengan tegas menyebutkan apa yang ditangkap dari laut dapat diterima, termasuk tumbuhan seperti rumput laut. Tentu saja, itu mengecualikan segala sesuatu yang berbahaya seperti ikan beracun dan tumbuhan yang menyebabkan reaksi alergi. Menghindari bahaya akan selalu "mengalahkan" kebolehan sebuah makanan.
Dilansir laman Islamic Services of America, makanan laut adalah halal. Makanan laut juga merupakan pilihan populer bagi umat Islam di seluruh dunia karena merupakan pilihan protein lezat bagi yang menghindari daging non-halal.
Karena kebolehan makanan laut diatur secara berbeda dalam Alquran daripada hewan darat, tidak diperlukan ritual penyembelihan yang sama seperti yang ditentukan untuk hewan halal lainnya seperti sapi, kambing, dan ayam. Hal ini membuat penentuan kehalalan menjadi lebih mudah, terutama untuk produk makanan laut segar utuh yang dijual oleh penjual terpercaya.
Meski begitu, ada elemen lain dari perlakuan makanan laut dalam Islam yang membuat sertifikasi halal menjadi penting. Menariknya, saat keempat mazhab besar pemikiran Islam menganggap ikan halal, satu mazhab, yaitu Hanafi menganggap makhluk non-ikan tidak diperbolehkan. Ini termasuk cumi-cumi, gurita, kerang, dan makhluk laut serupa lainnya. Namun, banyak juga penganut Mazhab Hanafi yang menganggap udang dan sejenisnya diperbolehkan karena mereka memiliki tulang belakang dan dianggap sebagai "ikan".
Terkait cara "membunuh" hewan yang hendak dikonsumsi, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah mewajibkan untuk berbuat baik kepada makhluk apa pun. Karena itu, jika kalian ingin membunuh, bunuhlah dengan cara yang baik. Dan jika ingin menyembelih, sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaknya kalian mengasah pisau kalian, agar sembelihannya cepat mati” (HR Muslim dan Tirmidzi, dinilai sahih oleh ahli hadits Syaikh Al-Albani).
Mengutip dari laman Bimbingan Islam, hewan ada dua macam, ada yang bisa untuk disembelih dan ada yang tidak bisa disembelih.
1. Hewan yang bisa disembelih (misalnya hewan kurban pada Idul Adha), hewan tersebut disembelih pada lehernya dan pangkal lehernya.
2. Adapun hewan yang tidak bisa disembelih (misalnya ikan dan belalang), hewan tersebut dimatikan dengan cepat, tidak menyiksa sesuai kemampuan.
Dalam Islam, hukum tata cara penyembelihan hewan yang harus memotong tiga urat sambil membaca bismillah oleh penyembelih Muslim hanya berlaku untuk hewan darat.
Untuk hewan laut, bangkainya saja pun halal, sehingga untuk mematikan hewannya tidak ada ketentuan yang wajib ditaati. Namun, yang perlu diperhatikan, makanan yang harus dikonsumsi umat Islam tidak hanya "sekadar" halal tapi juga harus tayib. Untuk itu, jika sesuatu dikonsumsi dengan cara menyiksanya lalu dimakan hidup-hidup, maka ini sesuatu yang dilarang dalam Islam. Perilaku ini dianggap tidak baik karena tidak memedulikan rasa sakit makhluk hidup lain.