AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Tradisi mbrandu disinyalir menjadi penyebab wabah antraks di Dusun Jati, Candirejo, Semanu, Gunungkidul, DI Yogyakarta. Tradisi ini melibatkan kegiatan membeli sapi mati atau sakit secara patungan untuk meringankan kerugian pemilik ternak.
Lalu, daging sapinya dibagikan kepada warga yang ikut patungan. Biasanya, harga per paket daging akan dijual murah untuk membantu warga yang tidak mampu. Alhasil, 87 warga terjangkit antraks.
Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Gunungkidul Sidik Hery Sukoco mengimbau warga masyarakat, terutama yang memiliki ternak yang sudah sakit agar tidak menyembelihnya. Warga juga ada yang menggali kuburan sapi yang mati karena sakit untuk diambil dagingnya.
"Hewan-hewan ternak yang berpotensi sakit, terpapar penyakit, atau bahkan sudah mati itu jangan dikonsumsi," ujar Sidik.
Bagaimana jika daging terinfeksi antraks telanjur disantap? National Institute of Health (NIH) Amerika Serikat merekomendasikan untuk menyediakan profilaksis pascapajanan antimikroba untuk semua orang yang sudah terpapar.
Mengenai aman-tidaknya memakan daging sapi antraks, NIH pernah melakukan penelitian di Uganda pada 2018. Dari situ, NIH menyimpulkan ada cara untuk membuat daging sapi antraks lebih aman dimakan.
Dalam penelitian yang diterbitkan pada Desember 2020 lalu itu, NIH menyatakan bahwa merebus daging selama satu jam bisa menjadi salah satu bentuk proteksi terhadap antraks yang menyerang saluran cerna.
"Mengonsumsi daging yang kurang matang secara signifikan akan terkait dengan antraks gastrointestinal, tetapi merebus daging selama lebih dari 60 menit akan bersifat protektif, tulis NIH dalam laman resminya terkait penelitian tersebut.