AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Banyak orang harus menempuh perjalanan panjang menuju tempat kerja setiap harinya. Sebagian dari orang-orang yang bekerja masuk kategori komuter yaitu mereka yang harus pergi ke suatu kota untuk bekerja kemudian kembali ke kota asalnya untuk pulang setiap harinya.
Ada yang naik kendaraan umum maupun pribadi, terjebak kemacetan, menghadapi kebisingan, dan terpapar polusi udara. Bukan hanya bisa berujung pada kelelahan dan kejenuhan, perjalanan itu rupanya juga berimbas pada kesehatan mental.
Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Transport & Health menunjukkan efek perjalanan komuter terhadap kondisi depresi. Dikutip dari laman WION News, Kamis (21/12/2023), perjalanan komuter ke tempat kerja yang lebih lama telah dikaitkan dengan kondisi kesehatan yang buruk. Kondisi itu termasuk kurang aktif secara fisik, minum lebih banyak alkohol, dan kurang tidur.
Namun, belum banyak penelitian mengenai dampak kesehatan akibat perjalanan komuter yang panjang, khususnya di negara-negara Asia. Studi terkini di Korea Selatan menganalisis data dari 23.415 orang berusia antara 20 dan 59 tahun dari Survei Kondisi Kerja Korea Kelima, sebuah survei perwakilan nasional yang dilakukan pada 2017.
Para peserta diminta menjawab pertanyaan berdasarkan lima poin indeks kesejahteraan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan peneliti menganalisis kesehatan mental mereka. Tim peneliti juga melakukan kajian terhadap beberapa faktor seperti jenis kelamin, usia, pendidikan, pendapatan, wilayah, status perkawinan, pekerjaan, jam kerja mingguan, kerja shift, dan lain sebagainya.
Menurut penelitian, orang yang menghabiskan lebih dari 60 menit perjalanan ke dan dari tempat kerja memiliki kemungkinan 1,16 kali lebih besar untuk mengidap depresi. Itu jika dibandingkan dengan orang yang perjalanannya ke tempat kerja kurang dari setengah jam.
Menurut studi, waktu perjalanan rata-rata harian adalah 47 menit, yang berarti hampir empat jam dihabiskan dalam perjalanan per pekan jika seseorang bekerja selama lima hari. Para peneliti mengatakan, banyaknya waktu yang dihabiskan untuk bepergian dapat menyebabkan stres fisik dan psikologis.
"Dengan lebih sedikit waktu luang, orang mungkin kekurangan waktu untuk menghilangkan stres dan melawan kelelahan fisik melalui tidur, hobi, dan aktivitas lainnya," ujar peneliti. Temuan ini dipublikasikan oleh tim peneliti yang dipimpin oleh Lee Dong-wook, seorang profesor di Departemen Kedokteran Kerja dan Lingkungan di Rumah Sakit Universitas Inha di Korea Selatan.
Tim peneliti menambahkan, seseorang yang bepergian ke suatu kota untuk bekerja dan pulang kembali ke kota tempat tinggalnya setiap hari (komuter) juga membuat seseorang memiliki lebih sedikit waktu untuk menerapkan gaya hidup sehat, termasuk berolahraga. Setidaknya seperempat dari 23.415 peserta mengatakan mereka mengalami gejala depresi, yang mana para peneliti mendasarkan skor indeks mereka yang jauh dari diagnosis sebenarnya.
Meskipun penelitian tidak menunjukkan hubungan sebab dan akibat, terlihat kaitan antara perjalanan komuter lebih dari satu jam dengan kesehatan mental yang lebih buruk. Kondisi itu berimbas paling parah pada pria belum menikah yang bekerja lebih dari 52 jam dalam sepekan, dan tidak memiliki anak.
Sementara itu, bagi perempuan, waktu perjalanan yang lama paling berimbas pada kelompok pekerja shift dan yang memiliki anak. "Hubungan antara waktu perjalanan yang lama dan gejala depresi yang memburuk juga ditemukan lebih kuat di kalangan pekerja berpenghasilan rendah," kata para peneliti.