AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Minuman berenergi semakin populer di kalangan generasi muda. Meski bisa memberikan rasa segar dan bertenaga, konsumsi minuman berenergi yang terlalu banyak pada usia muda bisa memengaruhi kesehatan mental.
Dampak konsumsi minuman berenergi terhadap kesehatan mental diungkapkan dalam sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh tim peneliti dari Teesside University dan Newcastle University. Studi ini menemukan bahwa anak muda yang banyak mengonsumsi minuman berenergi lebih berisiko terhadap kecemasan, stres, depresi, dan pemikiran ingin bunuh diri.
Studi ini juga menemukan bahwa konsumsi minuman berenergi yang tinggi berkaitan dengan semakin besarnya kemungkinan seseorang untuk memiliki perilaku berisiko. Sebagai contoh, melakukan penyalahgunaan narkoba, melakukan kekerasan, dan melakukan hubungan seksual yang tak aman. Mereka juga cenderung lebih berisiko untuk memiliki performa akademi yang buruk, masalah tidur, serta kebiasaan pola makan tidak sehat.
"Minuman berenergi dipasarkan pada anak muda sebagai cara untuk meningkatkan energi dan performa, tetapi temuan kami mengindikasikan bahwa minuman tersebut membawa lebih banyak dampak buruk dibandingkan kebaikan," jelas ketua tim peneliti dan profesor di bidang nutrisi kesehatan masyarakat dari Teesside University, Amelia Lake, seperti dilansir Express pada Sabtu (20/1/2024).
Selain memengaruhi kesehatan fisik, konsumsi minuman berenergi yang berlebih juga bisa berdampak pada kesehatan fisik. Seperti diketahui, satu kaleng minuman berenergi bisa memiliki kandungan kafein yang setara dengan empat gelas espresso.
Kandungan gula dalam minuman berenergi juga relatif tinggi. Satu kaleng minuman berenergi bisa mengandung hingga belasan sendok teh gula.
Oleh karena itu, sejumlah negara memiliki larangan untuk menjual minuman berenergi kepada anak muda, terutama remaja. Lithuania dan Latvia misalnya, melarang penjualan minuman berenergi kepada individu berusia di bawah 18 tahun. Turkiye juga telah melarang penjualan minuman berenergi kepada anak dan remaja sejak 2018.
Di Inggris, larangan untuk menjual minuman berenergi kepada anak berusia di bawah 16 tahun juga sedang diperjuangkan. Temuan terbaru dari tim peneliti Teesside University dan Newcastle University ini dinilai dapat semakin memperkuat bukti untuk mendukung diberlakukannya larangan tersebut.
"Temuan penting ini menambah bukti bahwa minuman berenergi bisa merugikan bagi kesehatan fisik dan mental anak-anak serta anak muda, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang," ujar Chief Executive Royal Society for Public Health, William Roberts.