AMEERALIFE.COM, JAKARTA -- Pengidap penyakit jantung koroner dapat terbang dengan aman sebagai penumpang pesawat. Namun dokter spesialis kedokteran penerbangan dr Syougie SpKP dari Rumah Sakit Universitas Indonesia, mengatakan pengidap penyakit jantung koroner perlu mengambil tindakan asesmen yang diperlukan secara medis terlebih dulu sebelum naik pesawat.
"Penumpang yang telah menjalani operasi jantung, kenapa baru boleh terbang kalau sudah selesai operasi lebih dari 10 hari? Karena saat di atas (ketinggian pesawat), udara akan mengembang dan itu berbahaya bagi jantungnya," kata Syougie dalam seminar daring yang diikuti di Jakarta, Selasa (26/6/2024).
Syougie mengatakan penerbangan udara bukanlah kondisi yang ideal bagi sirkulasi tubuh. Karena dampak dari tekanan dan konsentrasi oksigen yang turun (hipoksia), suhu dan kelembaban udara rendah serta ruang gerak terbatas. Tekanan oksigen yang berkurang di kabin pesawat dapat menyebabkan ekspansi udara sehingga memperburuk kondisi jantung yang baru dioperasi kurang dari 10 hari.
Dehidrasi pada ketinggian tinggi dikatakan Syougie dapat memengaruhi tekanan darah, memperburuk kondisi jantung seperti gagal jantung, penyakit arteri koroner (CAD), atau aritmia. Stres dari kecemasan perjalanan atau turbulensi juga dapat memperburuk hipertensi atau CAD. Karena itu, konsultasikan dengan penyedia layanan kesehatan sebelum terbang (pre-flight consultation) untuk menilai stabilitas kondisi tubuh dan diskusikan setiap rekomendasi pra-penerbangan dengan tujuan mempersiapkan calon penumpang menghadapi perjalanan udara.
"Untuk persiapan penerbangan, dokter spesialis kedokteran penerbangan biasanya membutuhkan data terkait tipe dan durasi perjalanannya berapa lama, tujuan ke mana, atau kami nanti bisa melihat terkait kebutuhan khusus seperti apakah memerlukan kursi roda, oksigen, atau diet makanan yang khusus," kata Syougie.