Dalam kacamata medis, transplantasi rahim posisinya berbeda dengan cangkok hati atau jantung yang memang ditujukan untuk menggantikan organ yang rusak secara permanen. Operasinya bertujuan untuk menyelamatkan nyawa, dan tidak demikian dengan transplantasi rahim.
"Transplantasi rahim tidak dilakukan pada wanita yang lahir tanpa rahim untuk mengonsolidasikan identitas kewanitaan mereka dan memungkinkan mereka untuk menstruasi. Ada tujuan reproduksi yang jelas di sini," kata Laura O'Donovan, rekan peneliti yang bekerja dengan Williams dan Wilkinson di Lancaster University.
Kelak, jika teknologi kedokteran telah memungkinkan pun masih ada masalah lainnya yang tak kalah pelik. Penentuan prioritas donor rahim, misalnya, akan menimbulkan perkara.
Dokter akan kesulitan menentukan siapa yang paling berhak mendapatkan organ rahim. Apakah wanita dengan gangguan reproduksi yang harus didahulukan atau wanita transgender yang "atas nama kesetaraan" memerlukannya demi pengakuan kewanitaannya?